Selamat Datang Telah Berkunjung Ke Website Saya,Hub:085260300796

facebook fans

indonesia

Rahmad Kibitz Part II

login

indo

site update

Monday 1 June 2015

Pengertian, Manfaat dan Tujuan Asuransi



A. Pengertian Asuransi
Banyak definisi yang diberikan kepada istilah asuransi, dimana secara sepintas tidak ada kesamaan antara definisi yang satu dengan yang lainnya. Hal ini bisa dimaklumi, karena mereka dalam mendefinisikannya disesuaikan dengan sudut pandang yang mereka gunakan dalam memandang asuransi.
Dalam  Kitab  Undang-undang Hukum Dagang pasal 246  sebagaimana dikutip oleh Burhanuddin, asuransi/ pertanggungan adalah suatu perjanjian yang mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima premi, untuk memberikan pergantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.[1]
Asuransi sering juga diistilahkan dengan “pertanggungan”. Adapun pengertiannya dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian. Dalam undang-undang tersebut didefinisikan bahwa asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi, untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan.[2]
Menurut pasal 246 Wetboek van Koophadel (kitab Undang-Undang Perniagaan) bahwa yang dimaksud dengan asuransi adalah suatu persetujuan di mana pihak yang meminjam berjanji kepada pihak ynag dijamin untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa ynag belum jelas akan terjadi.[3]
Menurut Sri Rejeki Hartono sebagaimana di kutip oleh Suhrawardi K. Lubis secara umum yang dimaksud dengan resiko adalah setiap kali orang tidak dapat menguasai dengan sempurna, atau mengetahui lebih duluan mengenai masa yang akan datang.[4]  Menurut A. Abbas Salim memberi pengertian, bahwa asuransi ialah suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian besar yang belum pasti.[5] Sedangkan menurut C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins, Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung".
Berdasarkan definisi-definisi tersebut di atas kiranya mengenai definisi asuransi yang dapat mencakup semua sudut pandang : "Asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi risiko yang melekat pada perekonomian, dengan cara manggabungkan sejumlah unit-unit yang terkena risiko yang sama atau hampir sama, dalam jumlah yang cukup besar, agar probabilitas kerugiannya dapat diramalkan dan bila kerugian yang diramalkan terjadi akan dibagi secara proposional oleh semua pihak dalam gabungan itu".
2.      Manfaat Asuransi
Asuransi yang dikenal di Indonesia antara lain asuransi jiwa dan asuransi kerugian. Asuransi kerugian adalah asuransi yang melindungi harta benda misalnya rumah beserta isinya, apartemen, mobil dan lain-lain.
Asuransi mobil ditujukan untuk melindungi dari berbagai ancaman bahaya yang tidak terduga misalnya tabrakan, pencurian beberapa bagian mobil atau bahkan mobil itu sendiri yang dicuri. Dengan melindungi mobil dengan asuransi, kita dapat mengendarai mobil dengan rasa tenang dan aman ke manapun bepergian.[6]
Manfaat asuransi kendaraan yaitu, menempatkan posisi keuangan Tertanggung (Pelanggan) kembali kepada saat sebelum terjadi kerugian. Namun selain itu, asuransi juga dapat mengurangi ketidakpastian risiko, dapat mengurangi beban keuangan akibat timbulnya kerugian yang datang secara tiba-tiba, memberikan ketenangan dalam bekerja dan banyak manfaat lainnya.[7] Manfaat asuransi dari kendaraan bermotor adalah melindungi dari berbagai ancaman bahaya yang tidak terduga.
3.      Tujuan Asuaransi
Tujuan asuransi yang utama adalah semata-mata untuk menjaga-jaga kalau  terjadinya kerugian karena peristiwa itu. Apa yang diperoleh tertanggung dalam terjadinya kerugian atas dirinya itu, tidak dapat dipandang sebagai keuntungan bagaimana pun dalam hukum asuransi, pihak tertanggung tidak diperkenankan memperoleh kekayaan melebihi dari apa yang dipunyai sebelum terjadinya kerugian.
Adapun tujuan asuransi lainya adalah sebagai berikut :
-          Untuk mengalih resiko yang semula ada pada pihak pemilik kepada pihak asuransi yang bersedia menerima resiko tersebut, dengan resiko dimaksud suatu kemungkinan tertimpa suatu kerugian.[8]
-          Untuk memberi ganti kerugian kepada pihak yang bersangkutan dan mendapatkan keuntungan di samping melakukan beberapa jaminan terhadap para pesertanya.[9]
Dalam kitab KUHP pasal 264 juga disebutkan bahwa, tujuan asuransi adalah untuk mencegah setidak-tidaknya menguragi resiko kerugian yang mungkin timbul karena hilang, rusak atau musnahnya barang yang dipertanggungkan dari suatu kejadian yang tidak pasti.[10]
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa tujuan asuransi adalah untuk menjaga jangan sampai suatu usaha menderita kerugian dan untuk member ganti rugi kepada pihak yang bersangkutan.
a).  Tujuan Pertanggungan Asuransi Kendaraan Bermotor
Setiap orang yang memiliki kendaraan bermotor baik roda dua atau lebih pasti menghadapi suatu resiko bahwa nilai dari miliknya itu akan berkurang baik karena hilangnya atau cacat dan rusak kendaraan-kendaraan bermotor atau sebab-sebab yang lain. Resiko adalah kewajiban menanggung atau memikul kerugian sebagai akibat dari suatu peristiwa di luar kesalahannya, yang menimpa kendaraan bermotor menjadi miliknya. Besarnya resiko tersebut dapat diukur dengan nilai kendaraan yang terkena bahaya dan hal ini tentu saja merugikan pemiliknya. Maka makin besar kendaraan bermotor yang dimiliki seseorang makin besar pula resikonya menghadapi hilang, rusak, atau tabrakan dalam kecelakaan. Banyak diantara sebab-sebab yang menjadikan pengurangan nilai itu dapat dicegah dan sudah diperkirakan terjadinya, misalnya keusangan (slijtage), yaitu sesuatu kendaraan bermotor karena dipakai. Tetapi banyak juga sebab-sebab yang mengurangi nilai kendaran bermotor itu mempunyai sifat yang tidak dapt dipasti terlebih dahulu dan tidak dapat dicegah, misalnya : kebakaran, kecurian, tabrakan kednaraan bermotor dan lain sebagainya.
Resiko tabrakan kendaraan bermotor yang tidak parah masih dapat ditanggulangi oleh pemiliknya sendiri dengan uang tabungan atau modal cadangan yang disimpannya. Tetapi kalau resiko tabrakan itu menimbulkan korban dan menimbulkan kerugian besar jumlahnya, akan terasa berat bagi pemilik kednaraan itu akan jatuh pailit bila dia memiliki perusahaan kendaraan bermotor. Untuk menghindari hal tersebut maka diusahakan agar resiko itu dapat diperingan atau dikurangi, bahkan ditanggung oleh orang lain asal untuk itu diperjanjikan sebelumnya. Dengan cara berasuransi maka orang yang menghadapi resiko atas harta kekayaan termasuk kendaraan bermotor bermaksud untuk mengalihkan risikonya itu atau setidak-tidaknya membagi resiko itu dengan pihak lain yang bersedia menerima pralihan atau membagi resiko tersebut. Peruahaan yang pokok usahanya mengambil alih resiko itu disebut: perusahaan pertanggungan atau perusahaan asuransi pengalihan resiko tersebut dilakukan oleh pemilik harta benda, agar ia dapat menjalankan usahanya dengan tanang dan tanpa kawatir akan kemungkinan adanya kerugian besar yang akan membuatnya pailit atau jatuh miskin. Perusahaan pertanggungan atau asuransi kendaraan bermotor dalam hal ini menjadi penanggung sedangkan pemilik kendaraan bermotor itu disebut tertanggung. Jaman dahulu penanggung itu berbentuk orang pribadi, sedangkan pada saat sekarang sudah berupah menjadi suatu badan hukum, yaitu Perseroan terbatas, Perusahaan Umum dan lain sebagainya.[11]
Dengan demikian tampak bahwa tujuan perjanjian asuransi adalah: Mengalihkan segala resiko yang ditimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak dapat diharapkan terjadinya kepada orang lain yang mengambil resiko untuk mengganti kerugian.
Setiap asuransi pada prinsipnya merupakan saling menanggung. Dengan tidak disadari para tertanggung dalam satu pertanggungan merupakan suatu paguyuban (gemeenschap). Dan diantaranya banyak tertanggung tersebut pada umumnya hanya satu atau dua orang tanggung itu cukup dibayar dengan sebagian dari uang premi yang telah diterima oleh penanggung dari para tertanggung yang jumlahnya tidak sedikit. Jadi semakin banyak jumlah tertanggung yang khawatir akan suatu resiko umumnya penanggung semakin untung. Kalau misalnya tertanggung pada satu macam yang mengalami evemen, yang berakibat penanggung harus mengganti kerugian atas suatu kecelakaan kendaraan bermotor diambilkan dari uang premi yang telah dibayar oleh tertanggung dalam macam resiko yang dipilih yang sudah diterima penanggung. Dengan ini dijelaskan bahwa makin banyak yang ditanggung oleh penanggung, maka kemungkinan penanggung. Dengan ini jelaslah bahwa makin banyak yang ditanggung oleh penanggung, maka kemungkinan penanggung mengalami kerugian dalam perusahaan pertanggungannya semakin jauh.
B.     Macam-Macam Asuransi
Asuransi kendaraan adalah pertanggungan yang dilakukan oleh pihak suransi kepada peserta asuransi terhadap kendaraan dengan berbagai macam jenis asuaransi kendaraan. Adapun macam-macam  asuransi kendaraan adalah sebagai berikut:
1.      Asuransi Jiwa
Menurut Syafi’i Antonio sebagaimana dikutip oleh Burhanuddin,  Asuransi Jiwa adalah bentuk asuransi yang memberikan perlindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful.[12]  Asuransi ini memberi perlindungan menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas peserta asuransi. Hal ini bertujuan melindungi peserta asuransi dalam menghadapi musibah kecelakaan, baik kecelakaan kendaraan bermotor maupun  akibat  kecelakaan lainnya.
2.      Asuransi dagang
Asuransi dagang adalah beberapa manusia bermufakat dalam mengadakan pertanggungan jawab bersama untuk memikul kerugian yang menimpa salah seorang anggota dari kelompok mereka. Apabila timbul kecelakaan yang merugikan salah satu anggota kelompoknya yang telah berjanji, maka seluruh orang yang tergabung dalam perjanjian tersebut akan memikul bersama beban kerugian itu dangan cara memungut derma (iuran) yang telah ditetapkan atas dasar kerja sama untuk meringankan teman yang tertimpa kecelakaan.[13]
3.      Asuransi Atas Bahaya Yang Menimpa Badan
Asuransi atas bahaya yang menimpa badan adalah asuransi dengan keadaan- keadaan tertentu pada asuransi jiwa atas kerusakan-kerusakan atas diri seseorang, seperti asuransi mata, asuransi telinga, asuransi tangan dan asuransi- asuransi atas penyakit-penyakit asuransi tertentu. Asuransi ini banyak dilakukan oleh buruh-buruh industri yang dihadapi oleh bermacam-macam kecelakaan dalam menjalankan tugasnya.
4.      Asuransi Kerugian
Menurut Syafi’i Antonio takaful umum (asuransi kerugian) adalah bentuk asuransi syariah yang memberikan perlindungan financial dalam menghadapi bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful.[14] Klaim takaful akan dibayarkan kepada peserta yang mengalami musibah hingga menimbulkan kerugian harta benda sesuai dengan perhitungan yang wajar. Baik pada takaful keluarga maupun takaful umum, keuntungan yang diperoleh dari hasil investasi dibagikan diantara perusahaan asuransi dengan peserta sesuai dengan prinsip mudharabah dengan porsi (nisba) pembagian yang telah disepakati sebelumnya.[15]
Takaful umum adalah asuransi kerugian berbentuk syariah yang memberikan perlindungan keuangan dalam menghadapi bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta takaful. Pembayaran kerugian bagi peserta yang mengalami musibah hingga menimbulkan kerugian harta benda sesuai dengan perhitungan yang wajar. Keuntungan yang diperoleh dari hasil investasi dibagikan diantara perusahaan asuransi dengan peserta sesuai dengan prinsip mudharabah dengan porsi pembagian yang telah disepakati sebelumnya.

5.      Asuransi Timbal Balik
Maksud dengan asuransi tibal balik adalah beberapa orang memberi iuran tertentu yang dikumpulkan dengan maksud meringankan atau melepaskan beban seseorang dari mereka saat mendapat kecelakaan. Jika uang yang dikumpulkan tersebut telah habis, dipungut lagi iuran yang baru untuk persiapan selanjutnya, demikian seterusnya.[16] Asuransi ini diberikan kepada seseorang apabila ditimpakan musibah kecelakaan.
6.      Asuransi Pemerintah
Asuransi adalah menjamin pembayaran harga kerugian kepada siapa saja yang menderita di waktu terjadinya suatu kejadian yang merugikan tanpa memperhatikan keuntungan, bahkan pemerintah menanggung kekurangan yang terdapat karena uang yang dipungut sebagai iuran dan asuransi lebih kecil dari pada pembayaran kerugian yang harus diberikan kepada penderita di waktu kerugian itu terjadi. Asuransi perintah dilakukan secata obligator atau paksaan dan dilaksanakan oleh badan-badan yang telah ditentukan untuk masing-masing keperluan. Asuransi pemerintah sahamnya dimiliki sebagian besar atau 100 persen oleh pemerintah.[17]
7.      Asuransi Terhadap Bahaya-Bahaya Pertanggung jawaban Sipil
Maksud asuransi terhadap bahaya-bahaya pertanggungjawaban sipil adalah asuransi yang diadakan terhadap benda-benda, seperti rumah, perusahaan , mobil, kapal udara, kapal laut motor, dan lainnya.[18] Asuransi ini diberikan kepada kedaraan-kendaran termasuk dalam pertanggungan asuransi dengan menanda tangani premi secara bersama.
Dalam asuransi ini, seorang nasabah membayar sejumlah uang dalam setahun, bila suatu yang diasuransikan seperti (barang dagang, perusahaan, kendaraan, dan lainnya) ditakdirkan selamat, dan pihak perusahaan mengambil semua nilai uang  dan tidak dikembalikan sepeserpun kepada nasabah. Sedangakan apabila nasabah tertinpa musibah maka perusahaan asuransi mengantikan kerugian sesuia jumlah yang disepakati bersama.
C.     Asuransi Menurut Hukum Islam
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa hukum-hukum muamalah adalah bersifat terbuka, artinya Allah SWT dalam Al-Qur’an hanya memberikan aturan yang bersifat garis besar saja. Selebihnya adalah terbuka bagi mujtahid untuk mengembangkannya melalui pemikirannya selama tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadist. Al-Qur’an Maupun Hadis tidak menyebutkan secara nyata apa dan bagaimana berasuransi. Namun bukan berarti bahwa asuransi hukumnya adalah haram karena ternyata dalam hukum Islam memuat subtansi perasuransian secara Islami.[19]
Asuransi sebagai satu bentuk kontrak modern tidak dapat terhindar dari akad yang membentuknya. Hal ini disebabkan karena dalam praktiknya, asuransi melibatkan dua orang yang terikat oleh perjanjian untuk saling melaksanakan kewajiban, yaitu antara peserta asuransi dengan perusahaan asuransi.[20]
Hakikat asuransi secara Islami adalah saling bertanggung jawab, saling bekerja sama atau bantu membantu dan saling melindungi penderitaan satu sama lain. Oleh karena itu berasuransi dibolehkan  secara syariat, karena prinsip-prinsip dasar syariat mengajak kepada setiap sesuatu yang berakibat keeratan jalinan sesama manusia dan kepada sesuatu yang meringankan bencana mereka.[21]
Untuk melindungi harta dan jiwa akibat bencana, semua membutuhkan keberadaan lembaga asuransi yang dijalankan sesuai prinsip syariah. Dalam hukum syariah, terdapat berbagai macam akad yang dapat diaplikasikan ke dalam bentuk perusahaan asuransi seperti halnya lembaga keuangan lainnya. Adapun landsan syariah yang menjadi dasar hukum berlakunya lembaga asuransi secara umum adalah  berikut firman Allah yang menjadi dasar hukum asuransi sebagai berikut:
وتعا ونواعلى البر والتقوى , ولا تعا ونوا على الإ ثم والعدوان , واتقوا الله ,   Ø§Ù† الله شديد ا لعقا ب (الما ئدة :Ù¢)  
Artinya:
          Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaannya. (QS. Al-Maidah. 2).[22]
Asuransi syari’ah juga mengarah kepada berdirinya sebuah masyarakat yang tegak di atas asas saling membantu dan saling menopang, karena setiap muslim terhadap muslim yang lainnya sebagaimana sebuah bangunan yang saling menguatkan sebagaian kepada sebagian yang lain. Dalam model asuransi ini tidak ada perbuatan memakan harta manusia dengan bathil, karena apa yang telah diberikan adalah semata-mata sedekah dari harta yang dikumpulkan. Selain itu keberadaan asuransi syariah akan membawa kemajuan dan kesejahteraan kepada perkonomian umat.[23] Ciri-ciri asuransi syari’ah Asuransi syariah memiliki beberapa ciri, diantaranya adalah sebagai berikut:
1.        Akad asuransi syari’ah adalah bersifat tabarru’, sumbangan yang diberikan tidak boleh ditarik kembali. Atau jika tidak tabarru’, maka andil yang dibayarkan akan berupa tabungan yang akan diterima jika terjadi peristiwa, atau akan diambil jika akad berhenti sesuai dengan kesepakatan, dengan tidak kurang dan tidak lebih. Atau jika lebih maka kelebihan itu adalah kentungan hasil mudhorobah bukan riba.
  1. Akad asuransi ini bukan akad mulzim (perjanjian yang wajib dilaksanakan) bagi kedua belah pihak. Karena pihak anggota ketika memberikan sumbangan tidak bertujuan untuk mendapat imbalan, dan kalau ada imbalan, sesungguhnya imbalan tersebut didapat melalui izin yang diberikan oleh jama’ah (seluruh peserta asuransi atau pengurus yang ditunjuk bersama).
  2. Dalam asuransi syari’ah tidak ada pihak yang lebih kuat karena semua keputusan dan aturan-aturan diambil menurut izin jama’ah seperti dalam asuransi takaful.
  3. Akad asuransi syari’ah bersih dari gharar dan riba.
  4. Asuransi syariah bernuansa kekeluargaan yang kental.[24]
Prinsip utama dalam asuransi syariah adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebuah keluarga besar yang satu dengan yang lainnya saling menjamin  dan menanggung resiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat  dalam transaksi dalam takaful adalah akad takafuli (saling menaggung).[25] Asuransi termasuk salah satu tolong menolang dalam menghadapi resiko suatu kecelakaan dan harta.
D.    Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Asuransi
Berbagai pendapat ulama tentang asuransi yang ada yang berpendapat haram ada juga yang berpendapat dibolehkan. Karena pada masa imam mazhab tidak ada asuransi, sehingga perlu dilakukan ijtihad untuk mendapat kepastian boleh atau tidaknya asuaransi menurut hukum Islam.
Masalah asuransi dalam pandangan ajaran Islam termasuk masalah ijtihadiyah, artinya hukumnya perlu dikaji sedalam mungkin karena tidak dijelaskan oleh al-qur’an dan Al-Sunnah secara ekplisit. Para imam mujtahid seperti Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad bin Hambal dan para mujtahid yang semasa dengannya tidak member fatwa mengenai fatwa mengenai asuransi karena pada masanya asuransi belum dikenal.[26]
Dikalangan ulama atau cendikiawan muslim terdapat empat pendapat tentang hukum asuransi, yaitu:
1.      Mengharamkan asuransi dalam segala macam dan bentuknya seperti sekarang ini, termasuk asuransi jiwa. Kelompok ini antara lain Sayyid Sabiq yang diungkapkan dalam kitabnya Fiqh  Al-Sunnah, Abdullah       Al-Qailani, Muhammad Yusuf al-Qardhawi, dan Muhammad Bakhit al-Muth’i.[27] alasannya antara lain:
a.       Asuransi sama dengan judi
b.      Asuransi mengandung unsur-unsur yang tidak pasti
c.       Asuransi mengandung riba/rente
d.      Asuransi mengandung pemerasan, karena pemegang polis, apabila tidak bias melanjutkan preminya, akan hilang premi yang sudah dibayar atau dikurangi
e.       Premi-premi yang sudah dibayar akan diputar dalam praktek riba
f.        Asuaransi termasuk jual beli atau tukar menukar mata uang tidak tunai
g.       Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.[28]
Menurut pendapat di atas Asuransi diharamkan karena mengandung unsur yang tidak pasti, judi dan rente. Sebagaimana diungkapkan oleh  Mahdi Hasan malarang praktik asuransi dikarenakan:
a.       Asuransi tidak lain adalah riba berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada kesetaraan antara dua pihak yang terlibat, padahal kesetaraan demikian wajib adanya.Asuransi juga mengandung unsur perjudian, karena ada penggantungan kepemilikan pada munculnya resiko.
b.      Asuransi adalah pertolongan dalam dosa, karena perusahaan asuransi mengadakan transaksi dengan riba.
c.       Dalam asuransi jiwa ada unsur penyuapan, karena konpensasi didalamnya adalah untuk sesuatu yang tidak dapat di nilai.[29]
Pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, asuransi adalah suatu yang diharamkan dalam bentuk apapun kerena mengandung unsur yang tidak pasti, judi dan rente, sebagaimana dipertegas oleh Mahdi Hasan sebagaimana dijelaskan diatas.
2.      Membolehkan asuransi dalam prakteknya dewasa ini.[30]
Asuransi adalah suatu perjanjian atau pertanggungan keduabelah pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan yang satu pihak lain memberi jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran. Dalam praktek dewasa ini asuaransi di bolehkan karena tidak ada nash dan sunnah yang melarangnya, sebagaimana pendapat yang dikemukakan oleh ulama, yakni pendapat Abd. Wahab Khallaf, Mustafa Ahmad Zarqa. Muhammad Yusuf Musa, Abd Rahman Isa, mereka beralasan:
a.       Tidak ada nash (al-Qur’an dan Sunnah) yang melarang asuransi
b.      Ada kesepakatan dan kerelaan kedua belah pihak
c.       Saling menguntungkan kedua belah pihak
d.      Asuransi termasuk akad mudharabah (bagi hasil).
e.       Asuaransi dapat menggulangi kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat diinvestasikan untuk proyek-proyek yang produktif dan pembangunan.
f.        Asuransi termasuk koperasi (syirkah ta’awunniyah) .
g.       Asuransi dianalogikan (qiyaskan) dengan system pension, seperti taspen.[31]
Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa, asuaransi dibolehkan karena tidak adanya larangan dari kedua sumber hukum Islam yakni Al-Qur’an dan Al-Hadis. Asuaransi juga termasuk akad mudharabah (bagi hasil)  dan asuransi digolongan kepada asuransi (syirkah ta’awunniyah).
3.      Membolehkan asuransi kecelakaan, jika asuransinya tergolong kepada asuransi campur (asuransi yang didalamnya termasuk penabungan).[32] Kebolehan asuransi disini adalah asuransi yang bersifat tabungan yang suatu saat boleh ditarik kembali tabungan tersebut kepada nasabah Asuaransi.
4.      Menganggap bahwa asuransi bersifat syubhat karena tidak ada dalil-dalil syar’i yang secara jelas mengharamkan atau pun secara jelas menghalalkan. Apabila hukum asuransi dikategorikan syubhat, konsekwensinya adalah umat Islam dituntut untuk berhati-hati (al-ihtiyath) dalam menghadapi asuransi. Umat Islam baru dibolehkan menjadi polis atau mendirikan perusahaan asuransi apabila dalam keadaan darurat. [33]
Pendapat ini dianut antara lain oleh Muhammad Abu Zahrah (Guru Besar Hukum Islam pada Universitas Kairo). Alasan kelompok ini sama dengan kelompok pertama dalam asuransi yang bersifat komersil (haram) dan sama pula dengan alasan kelompok kedua, dalam asuransi bersifat sosial boleh.[34]
            Bisnis asuransi adalah sesuatu yang baru dalam literature fiqh Islam dan masuk dalam katagori masalah kontemporer yang baru terangkat ke permukaan pada paruh akhir abad 18, yaitu tepatnya setelah Ibnu Abidin (1784-1836), seorang ahli hukum Islam (lawyer) yang menganut mazhab Hanafi, mengomentari tentang praktik asuransi dalam sebuah kitabnya Rad al-Mukhtar.[35]
Dengan merujuk pada dasar hukum tersebut Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia  (DSN-MUI) mengeluarkan fatwa, untuk mengembangkan produk hukum asuransi syariah (takaful), keberadaan fatwa DSN-MUI mempunyai fungsi yang sangat fundamental, hingga sekarang ini, fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan DSN-MUI yang terkait dengan upaya pengembangan asuransi Syariah (takaful).[36]


[1] Burhanuddin, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 97.
[2]Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian, Bab 1 Ketentuan Umum pasal 1 Ayat  1.

[3] Masyfuk Zuhdi, Islam dan Keluarga di Indonesia, (Surabaya: Bina Ilmu, 1986), hal. 162.

[4] Suhrawati K.Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), hal. 72.

[5] M. Hasan Ali, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 95.
[8] Hamzah Ya’kob, Kode Etik Dagang Menurut Hukum Islam, Jilid. II, (Bandung : CV. Dipenogoro, 1984), hal. 293.

[9] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Cet. IV, ( Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van Hoeve,1991), hal. 38
[10] Azhar Abdullah dan Yunianti Ananda, kelembagaan Perbankan, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1991), hal. 78
[11] Porwosutjipto, S.H, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Buku 6, Hukum Pertanggungan,  Cet. ke 11, (Jakarta : PT. Djambatan, 1983), hal. 25
[12] Burhanuddin, Hukum Bisnis Syari’ah, (Yogyakarta: UII Press, 2011), hal. 138.

[13] Fuad Muhammad Fachruddin, Riba Dalam Bank, Koperasi, Perseroan dan Asuransi, (Bandung; PT. Al-Ma’rif, 1985), hal. 205
[14] Burhanuddin, Hukum Bisnis Syari’ah,…, hal. 139.

[15] Ibid, hal. 139.
[16]  Hendi Suhendi,  Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005) , hal. 308.
               
[17] Kasmir, Bank dan Lembaga keuangan Lainya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), .hal. 245
[18]  Ibid, hal. 308.

[19] Gemala Dewi, Apek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 141.
[20] M.Ali Hasan, Asuransi Dalam Perspektif  Hukum Islam,(Jakarta: Kencana, 2004), hal. 136.

[21] Gemala Dewi, Apek-Aspek Hukum…hal. 141.
[22] Hasan Ali, Asuransi Dalam Perspektif … hal. 97.

[23] Gemala Dewi, Apek-Aspek Hukum Dalam Perbankan …hal. 141-142.

[25] Gemala Dewi, Apek-Aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), hal. 146.
[26]  Hendi Suhendi,  Fiqh Muamalah… hal. 310.

[27]  Ibid, hal. 311.-312.
[28]  Hasan Ali, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada: 2003), hal. 100.

[29] Hasan Ali, Asuransi dalam Prespektif Hukum Islam, (Jakarta, Kencana Prenada Media, 2004), hlm. 143.

[30]  Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah…hal. 311.-312.
[31]  Hasan Ali, Masail Fiqhiyah…hal.  99-100.

[32] Hendi Suhendi,  Fiqh Muamalah… hal. 312.
[33]  Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah…hal. 311.-312.

[34] Hasan Ali, Masail Fiqhiyah…hal. 100.

[35]  Ali Hasan,  Asuransi Dalam Perspektif… hal. 141.
[36] Burhanuddin, Aspel Hukum Lembaga … hal. 103.
Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

 
:)) :)] ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} ~x( :-t b-( :-L x( =))